OPINI

Bijak Sampai Akhir (Catatan Kepergian AG. H. Sanusi Baco)

Infoasatu.com, Opini – Jumat itu, siang sekitar jam 2 ternyata menjadi kali terakhir saya bersapa dengan beliau. Tujuan awalnya bukan untuk menjenguk karena beliau sakit, tetapi silaturrahim bersama beberapa teman yang merasa sudah menjadi anak bagi beliau.

Baru mengecek Hp setelah tiba di rumah Anregurutta, ada misscall dari pak Irfan, anak Anregurutta yang selama ini setia mendampingi beliau. Rupanya pak Irfan ingin bertanya tentang dokter yang bisa segera didatangkan pada suasana libur karena beliau tiba-tiba mengeluh sakit perut. Pak Irfan akhirnya mendapatkan dokter, dr.Khudri, yang akan datang secepatnya. Saat tiba, saya juga langsung menelpon karib saya, Dr. dr. Harun Iskandar, Sp.PD. Sp.P. Pak dr. Harun tanpa mengulur waktu langsung merapat ke kediaman beliau.

Ditanganilah dr. Khudri dan dinfus. Setelah dr. Harun tiba, beliau lanjutkan diagnosa. Setelah itu kami mendapatkan penjelasan dari dokter, bahwa akan dilihat perkembangannya sampai sampai sore dan sekiranya memburuk akan dibawa ke Rumah Sakit.

Saat itu masih sempat berbincang singkat dengan beliau dengan kesadarannya yang masih sempurna.  Saya pamit dan mencium tangan beliau begitu lama, tidak berfikir sedikitpun bahwa itu adalah kesempatan terakhir mencium tangannya dengan kebiasaan tatapan mata dan sapaan terima kasih yang penuh kebijakan.

Kiprah AG. Sanusi Baco terlalu panjang untuk diurai dan kita semua paham. Setiap selesai mengunjungi beliau, selalu saja terngiang akan keresahan tentang keberlanjutan tongkat keulamaan pasca beliau. Usianya yang sepuh berbanding sangat lurus dengan kontribusi keumatannya. Beliau ulama segala zaman. Kharismanya dibentuk secara paripurna oleh  kiprah dakwahnya yang juga sempurna.

Masyarakat dari beragam segmen selalu datang meminta nasehat dan doa dari beliau tanpa pernah terpilah. Umara segala level selalu menjadikannya sebagai “vanguard” dalam upaya menyukseskan program pemberdayaan. Nasehat-nasehatnya tidak pernah menggurui sedikitpin tetapi selalu terkemas dengan tamsil atau dari pengalaman hidupnya yang luas.

Baca Juga :  Problem Draft Surat Edaran Wagub

Kemapanan kontrol emosinya senada dengan ekspresi ceramahnya yang selalu menyejukkan. Saya sudah menelan utuh ceramah-ceramah beliau, sejak menjadi siswa, mahasiswa, sampai kultum menjelang buka puasa di kampus baru-baru ini. Ceramah terakhirnya yang saya dengar sama dengan puluhan tahun sebelumnya; penuh refleksi yang terkemas secara ringan dan dibungkus dengan humor cerdas yang selalu membikin kita tertawa sambil mengangguk. Yang berbeda hanyalah suaranya yang melemah dan datar karena faktor kesepuhan.

Ada satu pengalaman dari seorang teman untuk menjelaskan seperti apa ketokohan beliau dipersepsi oleh masyarakat. Pengalaman teman ini sudah saya ceritakan langsung ke beliau yang membuat beliau tersenyum lebar. Ceritanya: Teman ini selalu menerima telpon dari seseorang yang tidak jelas. Setiap dia angkat, orang itu langsung bertanya siapa yang dia ajak bicara, dan berbicara tentang hal yang aneh. Karena sudah lelah diganggu, teman itu akhirnya mengatakan: “Saya Sanusi Baco nak, Apa yang bisa saya bantu?” Suara yang ada ditelpon itu menjawab: “Tidak, tidak ada pak Kyai, maafkan saya, dan setelah itu sudah tidak berani lagi menelpon. Yang ingin dilempar oleh teman itu adalah signal bahwa si penelpon penggangu pasti tahu kebesaran nama Anregurutta dan siapapun pasti pernah dengar namanya. Yang kedua, teman itu sangat yakin bahwa nama Anregurutta pasti bisa menjadi kartu As dalam  memasarkan nilai moral.

Anregurutta kini sudah berpulang. Kita semua bersedih dengan kepergiannya. Kita sadar dengan usianya yang sudah sepuh, tapi selalu terpancar dari wajah kita akan ketidarelaan untuk ditinggal selamanya. Tapi kita harus “move on” untuk  keberlanjutan dakwah beliau. Beliau meninggalkan warisan keumatan yang perlu terus dijaga. Selain warisan semangat melembagakan pendidikan Islam dan menjaga marwah ormas Islam, yang tidak kalah pentingnya, “role modelling” dakwah beliau yang selama ini menjadi jangkar keteduhan hidup masyarakat, harus tetap dipertahankan bila kita ingin tetap tampil sebagai generasi yang pintar berterima kasih.  Selamat jalan Anregurutta, ulama yang bukan hanya mewarnai jagad dakwah tapi selalu menghiasi hati para follower kebijaknaan hidup.

Baca Juga :  Bumi Kebermaknaan (24)

Oleh: Hamdan Juhannis

Facebook Comments