Bumi Kebermaknaan (23)
Infoasatu.com, Opini – Masih tentang kedermawanan. World Giving Index, sebuah yayasan dunia yang mengamati pergerakan kedermawanan bangsa-bangsa dari tahun-tahun, pada tahun ini menempatkan Indonesia sebagai 10 besar di antara negara-negara yang paling dermawan, istilahnya: most charitable countries.
Penempatan ini menarik karena Indonesia bersanding dengan negara-negara high income seperti: Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Canada, Inggris, dan Belanda. Indonesia berada di antara 3 negara low-middle income countries yang masuk kategori dermawan; Myanmar dan Sri Langka. Aspek yang diteliti oleh WGI tersebut adalah tingkat ketertarikan negara tersebut dalam 3 aspek: membantu orang asing, mendermakan uang ke lembaga filantropi, dan menjadi relawan pada sebuah organisasi.
Apa yang menarik dari index di atas? Pertama, kesejahteraan berpengaruh terhadap tingkat kedermawanan. Mayoritas negara dermawan berasal dari negara maju. Kedua, jalan hidup mempengaruhi kedermawanan. Ada tiga negara dengan pendapatan yang berkategori rendah, termasuk Indonesia, tetapi tingkat kedermawanannya sangat tinggi. Faktornya bukan karena kesejahteraan tetapi keyakinan keselamatan hidup dengan rajinnya berderma. Ketiga negara tersebut memiliki agama dengan ajaran kedermawanan yang sangat kental, Indonesia dengan penduduk yang mayoritas Islam, sementara Myanmar dan Sri Lanka dengan penduduk yang mayoritas Budha.
Artinya, pandangan bahwa kedermawanan bukan semata dari aspek kesejahteraan juga mendapatkan ruang untuk ditafsir pada paparan index di atas. Saya sendiri setuju dengan masuknya Indonesia 10 besar. Ada beberapa alasan yang mendasari.
Pertama, fenomena lembaga filantropi atau lembaga donasi sangat menjamur di negeri kita, promosi virtualnya dahsyat, khususnya di bulan ramadan. Tentu kehadiran lembaga ini tidak terlepas dari jawaban atas semangat masyarakat untuk berbagi. Bahkan saya sering mendengar orang berkata, banyak orang kaya yang ingin menderma tetapi terkadang bingung mencari di mana mau disumbangkan uangnya, dari sisi keterpercayaan dan ketepatan sasaran.
Kedua, semakin inovatifnya lembaga donasi dalam mengelola semangat menderma masyarakat, termasuk promosi-promosi dengan memainkan sentimen keagamaan masyarakat. Contohnya: Kalau anda menyumbang 1 juta, itu namanya sumbangan jannatul firdaus, kalau nominalnya di bawah , namanya sesuai level surga di bawahnya. Saat saya membaca pengkategorian seperti itu, saya bertanya dalam hati. Kalau tidak menyumbang? Surganya ditatap saja dari luar.
Ketiga, kesadaran keberagamaan masyarakat semakin baik. Jargon “tangan di atas” semakin membumi di kalangan kelas menengah Muslim. Mudah-mudahan tidak masuk faktor lain, yang membuat bangsa kita dikategorikan dermawan. Banyak dari kita terkadang melakukan aksi donasi di tengah jalan ramai. Artinya, berderma-pun di lakukan di tempat yang membahayakan nyawa. Akhirnya saya bertanya, bagaimana pandangan anda dengan situasi yang anda lihat sendiri dengan dikategorikannya bangsa kita sebagai salah satu bangsa paling dermawan?
Oleh:Hamdan Juhannis