KPU Makassar Tinggalkan SK Dua Pasangan Calon
Infoasatu.com, Makassar – Salinan Berita Acara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar bocor dan beredar keluar. Berita Acara tersebut bernomor 496/P.KWK/PL.03.3/BA/7371/KPU-Kot/V/2018 tentang Penetapan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada Pemilihan Wali dan Wakil Wali Kota Makassar.
Isinya menjelaskan pada hari Selasa, tanggal Lima Belas Mei tahun Dua Ribu Delapan Belas (15-05-2018), bertempat di Kantor KPU Kota Makassar, Berdasarkan Putusan Pengawas Pemilu nomor : 002/PS/PWSL.MKS.27.01/V/2018 tanggal 13 Mei 2018, maka dengan ini Komisi Pemilahan Umum Kota Makassar Rapat Pleno tentang Penetapan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Tahun 2018.
Berdasarkan hasil Rapat Pleno Memutuskan dan Menetapkan Dua Pasangan Calon, yaitu :
Munafri Arifuddin, SH sebagai Calon Wali Kota Makassar bersama Calon Wakil Wali Kota Makassar, drg A Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal dan Ir Mohammad Ramdhan Pomanto sebagai Calon Wali Kota Makassar bersama Calon Wakil Wali Kota Makassar, Indira Mulyasari Paramastuti Ilham.
Hanya saja SK ini belum ditandangani oleh kelima komisioner KPU, masing-masing Ketua KPU Makassar, Syarief Amir, bersama anggotanya, Abdullah Manshur, Andi Shaifuddin, Rahma Saiyed, dan Wahid Hasyim Lukman.
Hingga batas waktu putusan hasil sidang musyawarah sengketa Pilkada pada kontestasi Pilwalkot Makassar 2018 berakhir, SK tersebut tak kunjung ditandatangani, Kamis (17/5/2018) pukul 00.00 Wita.
Bahkan, diam-diam KPU Makassar menggelar rapat pleno kembali, Rabu (16/5/2018) kemarin dan mengirimkan rilis melalui komisionernya atas nama Abdullah Manshur selaku nara sumber.
Dari rilis tersebut KPU Makassar tetap berpedoman pada putusan Mahkamah Agung (MA) dalam menyikapi putusan Panwas Kota Makassar Nomor 002/PS/PWSL.MKS/27.01/V/2018 tertanggal 13 Mei 2018.
Menurut Abdullah Manshur usai menggelar rapat pleno di kantor KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Rabu (16/5/2018), Keputusan KPU Kota Makassar Nomor 64/P.KWK/HK.03.1-Kpt/7371/KPU-Kot/IV/2018 merupakan tindak lanjut pelaksanaan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 250 K/TUN/Pilkada/2018 dan tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan Pasal 2 huruf (e) Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dapat dimintakan pembatalan.
Selain itu lanjutnya, putusan Panwas Kota Makassar atas Objek Sengketa Keputusan KPU Kota Makassar Nomor 64/P.KWK/HK.03.1-Kpt/7371/KPU-Kot/IV/2018 tersebut, dinyatakan tidak berhubungan dengan ketentuan Pasal 144 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang dimana ayat tersebut menyebutkan bahwa KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindak lanjuti putusan Bawaslu Provinsi dan/atau putusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) hari kerja.
Koordinator Divisi Tekhnis ini juga menjelaskan lebih lanjut berdasarkan pasal 154 ayat 10 UU No.10/2016.
“Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat Final dan Mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali,” akunya tertulis dalam rilis.
Abdullah Manshur pun mengakui bahwa sikap KPU Makassar dalam menindak lanjuti putusan Panwas tersebut, merupakan hasil konsultasi secara berjenjang dan telah dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pleno yang dihadiri empat komisioner, Rabu kemarin.
“Ini adalah hasil konsultasi kami di KPU Provinsi Sulsel dan KPU RI. Walaupun salah satu rekan kami belum sempat turut hadir dalam rapat pleno karena masih berada di Jakarta,” katanya.
Atas sikap KPU Makassar tersebut, Panwaslu Makassar akan melakukan upaya hukum lantaran putusannya diabaikan dan tidak ditindaklanjuti oleh komisioner KPU Makassar.
Humas Panwaslu Kota Makassar, Muhammad Maulana, mengatakan pembangkangan terhadap keputusan panwaslu merupakan perbuatan melawan hukum.
Akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut, dapat bermuara pada delik pidana dan etik.
“Pembangkangan terhadap putusan panwaslu dapat diskualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum yang perbuatannya dapat bermuara ke delik pidana dan etik,” tegasnya.
Maulana pun kembali menegaskan, pihaknya akan memastikan bahwa dengan kewenangan yang dimiliki panwaslu, pihaknya akan mengambil tindakan tegas jika KPU membangkang. (*)