Infoasatu.com, Makassar – Ketua Lembaga Hukum dan HAM (Lakumham) PKB Sulsel, Abdul Rahim Muchtar, SH,MH, mengungkapkan, Pilkada Makassar tidak legitimasi dan melanggar Hak Asasi Manusia.
Hal ini diungkapkan oleh Abd. Rahim Muchtar setelah KPU Makassar bersikukuh untuk menjalankan putusan PTTUN yang diperkuat oleh MA.
“KPU Makassar seharusnya memahami, bahwa putusan Panwaslu itu, ada dua frasa yang menentukan kekuatannya, yakni, mengikat, wajib dan harus ditindak lanjuti oleh KPU,” Kata Abd. Rahim Muchtar, selasa malam (28/5/18) yang dikonfirmasi via telpon pribadinya.
Lanjut Abd. Rahim Muchtar, jika ada yang mengatakan bahwa putusan MA bersifat final dan mengikat, maka dalam konteks pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Wali Kota/Wakil Walikota dan Bupati/ Wakil Bupati, justru Putusan Panwas lebih kuat dari pada putusan MA, karena putusan panwas bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan, bukan Final dan mengikat.
“Kekuatan hukum putusan Panwas itu dalam konteks Pemilu itu sifatnya mengikat dan wajib dilaksanakan, bukan final dan mengikat, maka tentu berbeda maknanya dengan putusan MA yang sifatnya final dan mengikat. Dari dua frasa atau kata perintah tersebut, maka kata mengikat itu mempertegas, bahwa KPU terisolasi tanpa ada lagi pertimbangan lain, atau mengambil perbandingan putusan hukum lain lagi,” katanya.
“Jadi harus dibedakan kedudukannya, antara putusan Panwas dan putusan MA, putusan Panwas itu adalah putusan yang mengadili sengketa Pemilu bukan putusan upaya hukum diluar konteks Pemilu, demikian juga dengan Putusan MA,” jelas Abd. Rahim Muchtar.
Menurut Abd. Rahim Muchtar, kedudukan putusan tertinggi dalam UU No.10 tahun 2016 dijelaskan pada pasal 144 tentang kewenangan dan sifat putusannya terkait sengketa pelanggaran. Olehnya keputusan hukum pemilu/pilkada pada kewenangan yang sifatnya terakhir dan mengikat itu ada pada Panwaslu.
“Jadi jangan disalah tafsirkan apalagi dibenturkan dengan putusan peradilan yang bukan ranah penanganannya. Panwaslu punya kewenangan berdasarkan perintah UU yang bisa memutuskan bahwa itu pelanggaran atau tidak, nah kalau pelanggara sengketa adaministrasi negara maka ranahnya PTTUN. Kalau kita mencermati pasal 71 ayat (3) yang disangkakan kepada Paslon DIAmi itu sengeketa pelanggaran (tekhnis) bukan sengketa administrasi,” kata Abd. Rahim.
Jika dicermati pasal 71 ayat (3) yang disangkakan kepada Paslon DIAmi oleh paslon Appi – Cicu, itu sangat jelas adalah gugatan sengketa pelanggaran yang sifatnya teknis, bukan pelanggaran administrasi. Sikap KPU yang tidak melaksanakan putusan Panwas adalah sikap yang juga bertentangan dengan UU/hukum. Apalagi dalam putusan panwas tersebut SK penetapan appi-cicu sebagai calon walikota sudah dibatalkan.
“Kemudian harus dipahami, sikap KPU yang menolak putusan Panwas, itu sesungguhnya telah mencedarai Hak Asasi Manusia, dimana setiap warga negara punya hak untuk dipilih dan memilih,” jelasnya lagi. (*)
Infoasatu.com, News - Anies Baswedan tetap menjadi figur favorit di Pancoran, Glodok, Jakarta Barat, yang…
Infoasatu.com,Makassar--Penyanyi berbakat Fitri berhasil menghibur peserta Heritage Run yang menjadi bagian dari rangkaian acara Jappa…
Infoasatu.com,Makassar--Perayaan Festival Jappa Jokka Cap Go Meh 2025 semakin semarak dengan digelarnya ajang Heritage Run,…
Infoasatu.com,Makassar--Suasana penuh semangat menyelimuti Festival Jappa Jokka Cap Go Meh yang berlangsung meriah di Makassar…
Infoasatu.com,Makassar--Pertama kali dalam Festival Jappa Jokka Cap Go Meh, menghadirkan Barongsai Competition tingkat Provinsi Sulawesi…
Infoasatu.com,Makassar--Pekan Olahraga Tradisional mengawali Perayaan Jappa Jokka Cap Go Meh 2025 yang digelar di Sepanjang…
Leave a Comment