Pengadilan Agama Selong Tak Beri Izin Permohonan Menikah Remaja 15 Tahun
Infoasatu.com, Selong – Seorang ayah di Nusa Tenggara Barat (NTB), mengajukan permohonan menikah ke Pengadilan Agama (PA) Selong, untuk anaknya yang baru berusia 15 tahun.
Basir (45) memohon agar putrinya boleh menikah dengan lelaki yang baru berusia 16 tahun. Alasannya, keduanya telah pacaran selama 1,5 tahun dan agar kehidupan mereka lebih baik.
Namun, majelis hakim menolak permohonan tersebut. Alasannya, perkawinan anak menimbulkan banyak risiko antara lain, anak yang berusia belasan tahun pada umumnya masih suka bermain-main dan emosinya belum stabil. Oleh karena itu bila menemukan kesulitan dan persoalan dalam rumah tangga maka kurang mampu menyelesaikannya sehingga berpotensi menyebabkan perselisihan dan pertengkaran antara suami istri dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung pada perceraian.
Majelis hakim juga menilai pernikahan anak berpotensi memunculkan kemiskinan baru.
“Perceraian itu muncullah janda-janda yang kondisi ekonominya lemah dan anak-anak terlantar, sehingga perkawinan anak berpotensi menimbulkan kemiskinan baru,” kata majelis sebagaimana tertuang dalam putusan yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (25/11/2019).
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) NTB, setengah dari penduduk NTB melakukan perkawinan anak. Pada tahun 2014 jumlah perkawinan anak mencapai 51,8 persen. Tahun 2015 mencapai 34,9 persen.
Berdasarkan data tahun 2014, lebih dari separuh perempuan NTB menikah untuk pertama kali di bawah umur 19 tahun (51,8 %) dengan rincian 1,59 % menikah pada umur 10-14 tahun dan 50,29 % menikah pada umur 15-19 tahun.
“Tingginya perkawinan anak di NTB harus menjadi keprihatinan bersama dan perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Seluruh pihak harus berpartisipasi untuk berusaha mencegah terjadinya perkawinan anak karena jika dibiarkan dapat menimbulkan dampak yang tidak baik bagi proses pembangunan sumber daya manusia di NTB dan dapat menghambat proses pembentukan Generasi Emas Nusa Tenggara Barat pada tahun 2025,” tutur majelis.
Menurut majelis, perilaku anak yang memilih meninggalkan bangku sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya patut disesalkan. Alasan normatif yaitu berdasarkan UU Perkawinan yang terbaru, syarat calon mempelai laki-laki dan perempuan minimal 19 tahun.
“Apalagi sekarang ini Negara telah menyiapkan anggaran yang cukup besar untuk membiayai pendidikan. Pasal 31 Ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka, tidak ada alasan di zaman sekarang anak tidak belajar di sekolah lantaran tidak ada biaya,” tegas majelis.
Pada 14 Oktober 2019, PA Selong juga memutuskan hal serupa. PA Selong menolak permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh HBS dengan mempertimbangkan kemaslahatan bagi anak HBS dan calon istrinya.