Sidang Kedua Kasus Rasisme di Asrama Papua, JPU Hadirkan 2 Saksi dari Polisi
Infoasatu.com, Surabaya – Sidang kedua kasus ujaran rasisme di asrama mahasiswa Papua dengan terdakwa Syamsul Arifin kembali digelar. Sidang kali ini mendengarkan keterangan dari saksi-saksi.
Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 2 orang saksi dari polisi. Keduanya yakni Adi Setiawan dari Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Jatim dan Mahfud, anggota Polsek Tambaksari.
Usai disumpah, hakim ketua Yohanes Hehamony kemudian menanyakan kepada JPU dan tim penasihat hukum terdakwa apakah kedua saksi didengarkan keterangannya secara bersamaan atau terpisah. Namun antara JPU dan tim penasihat hukum mempunyai jawaban berbeda.
JPU meminta kepada majelis hakim untuk mendengarkan saksi secara terpisah. Sedangkan tim penasihat hukum terdakwa Syamsul Arifin sebaliknya yakni didengarkan secara terpisah.
Mendengar kedua jawaban berbeda itu, hakim ketua Yohanes kemudian memutuskan untuk mendengarkan keterangan saksi secara terpisah. Sebab, hal itu didasarkan pada hukum acara.
“Baik, sesuai dengan hukum acara, kami akan mendengarkan keterangan saksi ini sendiri-sendiri,” kata hakim ketua Yohanes di ruang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (2/12/2019).
Saksi Adi Setiawan sendiri mendapat kesempatan pertama untuk didengar kesaksiannya. Dalam kesempatan itu, saksi menceritakan awal mula penemuan postingan di media sosial saat sedang melakukan patroli siber.
“Saat itu saya melakukan profiling di akun akun media sosial dan berita berita yang sedang viral,” terang Adi.
Menurutnya, dalam video tersebut diketahui ada ujaran rasisme yang mengatakan monyet. Namun tidak jelas siapa orang yang mengatakan kata tersebut. Ia hanya menyebut bahwa orang itu memakai baju biru dan berkacamata.
“Videonya diambil dari dalam Asrama Mahasiswa Papua, memang tidak terlihat siapa yang mengatakan monyet, tapi si penggugah video menjelaskan ciri ciri orang yang berkata monyet, yakni memakai baju biru dan berkacamata,” tambahnya.
Diakhir kesaksiannya, saksi Adi mendapat pertanyaan dari tim penasihat hukum terdakwa. Saksi ditanya siapakah yang melaporkan perkara ujaran rasisme. Namun, saksi menjawab tidak tahu.
“Yang membuat informasinya adalah penyidik, saya tidak tahu siapa pelapor dalam perkara ini,” tutur Adi.
Dalam sidang itu juga, JPU menunjukan barang bukti berupa cuplikan video yang terjadi di asrama mahasiswa Papua. Di dalam video yang ditampilkan melalalui layar proyektor tersebut terdakwa tampak mengeluarkan kata monyet yang ditujukan kepada penghuni asrama.
Terdakwa sendiri saat ditanya oleh hakim tidak menyangkal bahwa seseorang yang di dalam video yang mengucapkan kata monyet adalah dirinya. Tak hanya itu, terdakwa juga membenarkan barang bukti lainnya yakni topi dan celana yang dipakai waktu itu.
Sementara itu, saksi kedua Machfud, dalam kesaksiannya membenarkan bahwa di asrama mahasiswa Papua waktu itu telah terjadi perusakan pada bendera merah putih. Ia juga mengaku mendengarkan sejumlah orang meneriakaan kata-kata monyet kepada penghuni asrama waktu itu.
“Memang benar, benderanya dibuang di selokan dan tiangnya dibengkok-bengkokan. Yang melakukan perusakan bendera adalah orang orang yang ada di dalam mahasiswa Papua” ungkap Machfud.
“Ada beberapa yang mengatakan kata monyet tapi saya tidak tahu siapa. Saya juga tidak tau terdakwa berada di lokasi mana saja,” tandasnya.